BNPT Sebut Ratusan Ibu-Anak Minta Dipulangkan dari Afganistan dan Suriah

Deputi Bidang Pencegahan Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Nisan Setiadi menyerahkan cinderamata kepada Camat Dlingo.

FKPT DIY, Bantul – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut masih ada 300 perempuan dan 200 anak-anak yang berada di Afganistan dan Suriah yang minta untuk dipulangkan ke tanah air. Mereka adalah korban perekrutan jaringan terorisme internasional sejak tahun 2012 yang lalu. Deputi Bidang Pencegahan Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Nisan Setiadi mengatakan, ratusan orang yang berada di Afganistan dan Suriah tersebut adalah korban penipuan yang dilakukan teroris. Mereka dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di negara yang sesuai dengan syariat Islam.

“Jadi dijanjikan hidup enak di negara Islam. Namun kenyataannya sangat berbeda,” tutur dia pada acara Kenduri (Kenali Lingkungan Sendiri) di Kalurahan Jatimulyo, Kecamatan Dlingo, Bantul, Senin (28/8/2023).  Pemerintahan Jokowi sudah berusaha memulangkan sebagian dari warga negara Indonesia yang berada di kedua negara tersebut. Ketika pulang ke Indonesia, mereka harus mengikuti program deradikalisasi dari pemerintah terlebih dahulu.

Nisan mengakui jika sampai saat ini terorisme masih ada di tanah air. Paling banyak menggunakan kedok agama untuk memuluskan jalan mereka dalam melakukan kegiatannya guna mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi mereka. “Ciri-ciri terorisme adalah benci dengan Pancasila. kemudian tidak suka dengan budaya lokal atau nilai-nilai kedaerahan kemudian mengedepankan kekerasan anti pancasila kemudian seolah-olah itu untuk kepentingan suatu agama,” katanya.

Menurutnya terorisme ini justru lebih kejam dibandingkan dengan paham yang lain. Mereka menjual paham romantisme usai mati nanti. Sementara gerakan lain seperti liberal ataupun komunis yang dijual adalah kebahagiaan selama hidup. Sasaran yang paling banyak dilakukan adalah kalangan ibu rumah tangga, anak-anak atau generasi Z dan kemudian juga para pemuda. Mereka mengincar terhadap kaum yang pemahaman agamanya masih rendah terutama dari kalangan ekonomi lemah. “Iming-iming ekonomi juga sering digunakan untuk propaganda,” ujar dia. Dia mengatakan, saat ini wilayah yang paling banyak asal napiter ataupun mantan Napiter dari Solo Raya dan Bima Nusa Tenggara Timur. Di Solo Raya dia ada 200 orang lebih yang menjadi napiter, sementara di Bima ada satu dusun yang terkontaminasi paham radikalisme. Nisan mengatakan, pihaknya berusaha menggunakan kearifan lokal untuk menanggulangi penyebaran ajaran terorisme ini. BNPT berupaya membangkitkan semangat mencintai budaya lokal dari warga masyarakat. “Teroris ini sangat benci dengan budaya lokal. Sehingga kita perlu perkuat kearifan lokal tersebut,” ujarnya.