Kepala BNPT: Tak Ada Serangan Teroris Terbuka Sepanjang 2023, Catat Sejarah
Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Mohammed Rycko Amelza Dahniel mengatakan tidak ada serangan terorisme terbuka pada 2023. Rycko menyebut hal itu sebagai catatan sejarah.
“Alhamdulillah sepanjang tahun 2023 tidak ada satupun serangan teroris secara terbuka yang terjadi di Indonesia atau zero terrorist attack,” kata Rycko dalam acara Rakernas BNPT 2024 di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
Rycko menyebut pencapaian itu sebagai prestasi luar biasa. Sebab, kata dia, Indonesia yang memiliki sejarah sel-sel jaringan teroris, bisa menekan angka serangan yang terjadi.
“Ini merupakan prestasi yang luar biasa, dan fenomena yang menjadi perhatian dunia. Indonesia yang setiap tahun selalu mencatat terjadi serangan teroris dan sebuah negara yang memiliki sel-sel jaringan teroris yang aktif namun mampu mencatat sejarah, tidak ada satu pun serangan teroris secara terbuka sepanjang tahun 2023,” jelasnya
Rycko mengatakan pencapaian tersebut tidak terlepas dari dukungan Polri, TNI, dan stakeholder terkait. Sejauh ini, proses penegakan hukum sudah berjalan efektif dan masif.
“Ini merupakan hasil kerja keras dari Densus 88 Polri didukung oleh TNI dan seluruh masyarakat Indonesia yang mendukung dilakukannya penegakan hukum yang efektif, yang masif dan proaktif. Terima kasih untuk Polri, TNI, dan masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Meski demikian, Rycko meminta semua pihak tidak terlena oleh pencapaian yang ada. Dia meminta semua orang tetap waspada terkait masalah terorisme di Indonesia.
“Namun demikian, kita harus tetap waspada, apa yang terjadi saat ini dan berbagai serangan terbuka hanyalah fenomena yang muncul di atas permukaan dalam sebuah teori gunung es. Sementara itu di bawah permukaan terjadi tren peningkatan konsolidasi dan proses radikalisasi,” tuturnya.
Terlebih, Rycko menerangkan ada penguatan sel-sel terorisme yang ditunjukan. Hal itu terbukti dengan peningkatan jumlah pelaku yang diamankan beserta penyitaan jumlah senjata, amunisi, hingga bahan peledak.
Selain itu, lanjut dia, penggalangan dana yang dilakukan para pelaku terorisme juga meningkat. Termasuk meningkatnya proses radikalisasi terhadap kelompok rentan.
“Kedua, terjadi peningkatan fundrising pengumpulan dana dengan berbagai cara dan memanfaatkan berbagai momentum. Ketiga adalah terjadi peningkatan proses radikalisasi dengan sasaran tiga kelompok rentan, perempuan, anak-anak dan remaja,” ujarnya.
Dari pengawasan BNPT, radikalisasi dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan atribut agama. Dia juga menyebut, saat ini serangan terorisme sudah berubah menjadi pendekatan yang lebih halus.
“Proses radikalisasi dilakukan secara sistematis, masif dam terencana, dengan memanfaatkan jumlah keagamaan dan memanipulasi simbol-simbol dan atribut agama. Pola serangan terorisme sudah berubah, dari hard menuju soft approach, dari balad menjadi balad strategi,” tuturnya.
Rycko menyatakan fenomena tersebut tidak boleh diabaikan. Dia menyebut, hal itu bisa menjadi bom waktu dan berdampak pada masa depan Indonesia.
“Maka saat itu sesungguhnya akhir dari perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Indonesia selesai, the end of Indonesia. Jika kita abai dan lengah saat ini untuk membangun ketahanan generasi muda dari ideologi kekerasan radikal dan terorisme, sama saja mewariskan bom waktu dan kehancuran Indonesia di masa depan,” jelasnya.
Dengan demikian, Rycko mengatakan pihaknya sudah menyusun rencana kerja BNPT tahun 2024 untuk mengatasi masalah tersebut. Nantinya, BNPT akan berfokus dalam membangun daya tahan dan ideologi masyarakat agar tidak terjebak dalam proses radikalisasi.
Nantinya akan ada tujuh program prioritas BNPT pada tahun 2024. Yaitu program perlindungan perempuan, anak dan remaja, program pembentukan desa siap siaga, program pembentukan sekolah damai hingga program pembentukan kampus kebangsaan.
Lalu ada juga program asesmen pegawai dengan tugas resiko tinggi, program penanganan warga negara Indonesia yang terafiliasi foreign terorist fighter (FTF) dan yang terakhir program reintegrrasi dan reedukasi mitra deradikalisasi serta keluarga di luar lapas.
“RAN PE harus difokuskan dalam upaya membangun daya tahan masyarakat (public resilience) dari ideologi kekerasan radikal terorisme, melalui public awareness, membangun kesadaran publik melalui pengetahuan yang yang mewujudkan public engagement dan multi stakeholder collaboration,” jelasnya.