Yuk, Kenali Lima Faktor Generasi Muda Menjadi Pelaku Terorisme

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memaparkan sejumlah faktor penyebab generasi muda menjadi pelaku terorisme.

Hal tersebut dipaparkan Plt. Kasubbid Pengawasan BNPT, Faizal Yan Aulia, pada acara yang digelar FKPT Aceh Pelibatan Pemuda Dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme Dengan Pitutur Kebangsaan “Ekpresi Indonesia Muda” di Ruang Teater, Gedung Museum UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh, Kamis, 15 September 2022.

“Banyak anak muda sering bergabung dengan organisasi teroris karena mereka mencari identitas untuk diri mereka sendiri. Biasanya yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang memiliki pengalaman traumatis dan kelompok yang beresiko karena masalah keluarga, dan lain-lain,” terang Faizal.

Berikutnya, lanjut Faizal, kebutuhan saling memiliki. Pada jaringan terorisme seringkali tumbuh sikap saling memiliki, keterhubungan dan saling afiliasi yang sangat kuat.

“Perasaan semacam ini biasanya banyak dibutuhkan oleh kelompok usia muda yang memiliki kerentanan sosial yang tinggi. Biasanya terjadi karena tiadanya kasih sayang atau menjadi anak yang tidak diharapkan, komunikasi yang terganggu dalam kurang dan kurang perhatian dari orang tua,” jelas dia.

Faktor yang lain, lanjutnya, mencari sensasi. Dia pun mengutip data United Stated Institute for Peace tahun 2011 yang menyebutkan 5% dari 2032 orang yang masuk organisasi teroris adalah kelompok pemuda pencari sensasi agar menjadi terkenal dan diliput media.

“Mereka berasal dari kelas menengah atas yang jenuh dengan kemapanan dan mengisi waktu luangnya dengan bermain video game yang bertema kekerasan dan kemudian mempraktekkan nya di dunia nyata demi mendapatkan perhatian media dan orang banyak,” tutur Faizal.

Selanjutnya, ingin memperbaiki apa yang dianggap sebagai ketidakadilan. Untuk hal ini, kata Faizal, mereka pada umumnya memiliki perasaan yang kuat bahwa barat memusuhi Islam dan jihad melawan barat adalah satu-satunya pilihan untuk memperbaiki ketidakadilan tersebut.

“Yang terakhir, terpengaruh paham radikal dari internet dan media sosial. Dari awalnya hanya membaca kemudian mereka mulai berani dan biasa melakukan tindak kekerasan. Di internet tersedia berbagai macam informasi dari soal bagaimana cara merakit bom, bela diri, hingga pelatihan militer, sehingga mempengaruhi sifat dan perilaku individu tersebut dengan cepat,” ujar Faizal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *